Puasa, Momentum Membakar Hawa Nafsu
Oleh: H. Abdul Mukti, M.Pd
Ketua Bidang Da’wah PW MDS Rijalul Ansor Provinsi Banten
PUASA adalah menahan diri dari makan, minum, dan berjimak disertai niat yang ikhlas karena Allah SWT. Puasa merupakan bagian ibadah kedua setelah sholat dalam rukun Islam. Ibadah puasa yang dimaksud dalam hal ini adalah ibadah puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi seorang muslim, baik laki-laki maupun Perempuan bagi yang sudah baligh, berakal dan mampu secara fisik untuk melaklukan berpuasa.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183:
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.
Puasa bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan yang tidak baik dan tidak bermanfaat. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, Aku sedang puasa, aku sedang puasa.
Puasa adalah momentum untuk membakar hawa nafsu karena melatih diri untuk mengendalikannya. Puasa juga dapat mengurangi pengaruh syaitan untuk berbuat maksiat. Ketika seseorang berpuasa, maka ia akan menahan diri dari makan dan minum.
Dengan tidak makan dan minum, maka hawa nafsu (syahwat) akan terkendali. Jika nafsu terkendali, maka sulit bagi setan untuk menggoda manusia, karena pintu utama bagi setan adalah hawa nafsu itu sendiri. Dengan terbebas dari godaan syaitan, ibadah pun lebih maksimal.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits :
"Abdullah Ibnu Mas'ud ra. berkata: ‘Rasulullah saw bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq 'Alaih)
Hadits di atas menerangkan bahwa seorang pemuda yang sudah cukup umur untuk menikah pasti memiliki syahwat biologis yang bergejolak dalam dirinya. Jika dirinya belum mampu untuk menikah, khawatir akan terjerumus dalam perzinaan. Maka, Rasulullah saw menganjurkannya untuk berpuasa agar gejolak sahwat dalam dirinya bisa terkendali.
Dalam kitab Ihya 'Ulumuddin (juz 3, hal. 85) Imam Al-Ghazali menjelaskan beberapa faedah atau manfaat saat perut dalam kondisi lapar. Di antara faedah terbesarnya adalah bisa menaklukkan hawa nafsu yang berpotensi untuk menjerumuskan dalam perbuatan maksiat dan perbuatan dosa besar.
Menurut Imam Al-Ghazali, sumber utama perbuatan maksiat adalah hawa nafsu dalam diri manusia. Sementara ‘bahan bakar’ hawa nafsu itu sendiri adalah makanan. Dengan mengurangi mengonsumsi makanan, maka hawa nafsu akan meredup dan seseorang mampu mengendalikan dirinya.
Jika seseorang mampu mengendalikan diri, maka ia mampu arahkan tubuhnya untuk melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan maksiat.
Dengan demikian berpuasa sangat ada pengaruhnya dengan pengendalian hawa nafsu. Dengan berpuasa kita bisa mengendalikan hawa nafsu. Salah satu faedah berpuasa adalah bisa mengangkat derajat manusia ke level yang lebih tinggi, dan inti dari berpuasa adalah menajadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. (*)