Headlines
Loading...


Oleh : Chania R. Santoso

SETELAH hujan datang, sekerumunan katak dalam sebuah kolam bernyanyi bersahut-sahutan dengan merdu. Seekor katak selalu mendengar pantulan suaranya kemudian seekor katak yang lain juga mendengarkan suaranya sendiri.

Dengan demikian manusia beranggapan bahwa sekerumanan katak itu sedang bersaing dengan suaranya, padahal sebenarnya katak-katak itu sedang mengekspresikan dirinya sendiri.

Seperti itulah hati seseorang yang sedang mengalami kesalahpahaman. Mereka selalu bersahut-sahutan dengan suara lantang tanpa mengukur kekuatan. Mereka mencari dan menggali pembenaran bagi diri mereka masing-masing dengan kesombongan, tanpa memikirkan kehormatan.

Bagi jiwa yang egois akan terus menyalahkan orang yang dianggap lawannya. Tetapi bagi jiwa yang memiliki kebesaran hati, dia akanem mengalah, menyadari, dan mengakui kesalahannya dengan kedasaran hatinya.

Bagi seseorang yang mengukur segala sesuatunya dengan harta maka, dia tidak akan mengerti arti dari kebaikan, ketulusan, dan kebesaran hati seseorang.

Dia yang merasa memiliki orang besar selalu mengukur dirinya terlihat besar dengan pengetahuan dan kekuatannya sendiri tanpa melihat betapa besarnya kekuatan dan kebesaran orang lain di luar sana.

Sedangkan kenyataannya kekuatan seseorang tidak diukur dari seberapa besar nama baik orang yang ada di belakangnya, harta yang dimiliki orang tuanya tetapi diukur dari perbuatan dan pencapaian dirinya ketika ia bergaul dan berbaur dengan masyarakat yang ada.

Kemarahan dan kesombongan yang begitu besar akan membutakan hatinya. Hati yang buta tidak akan mendengarkan penjelasan orang lain bahkan dia akan terus merendahkan orang lain sesuai asumsinya. Kebenaran memiliki jalan sendiri. 

Begitupun takdir selalu memiliki waktu sendiri. Ketika kebenaran dan takdir mulai bekerja, mereka yang buta akan terus ditempa nestapa tiada hentinya. Meski demikian dia akan terus menyalahkan orang lain tanpa mencoba mencari kesalahan dirinya sendiri. 

Mereka yang benar tidak akan mencari kebenaran dan pembenaran. Bagi mereka yang benar, kebenaran itu akan datang kepadanya tanpa dipaksa kepada siapapun dan dalam keadaan apapun. 

Kelahiran tidak menentukan kelas ataupun kehormatan dari seseorang, tetapi berbuatan membawa orang kepada kelas dan juga kehormatan dirinya. Ketulusan hatinya dalam melakukan sesuatu akan menjadi ukuran penilaian terhadapnya. Ketulusan tersebut bukan sumbangan rasa kasihan darinya untuk orang-orang di sekitarnya.

Ketulusan hati, kebaikan, dan kebenaran adalah wujud dari perbuatan seseorang yang tak bisa ditukar dengan sejumlah dana. Belajarlah mendengarkan suara hati nurani dan teruslah berjalan di jalan kebenaran dengan perbuatan baik agar kita terus berkembang menjadi lebih baik. (*)

Tangerang, 6 Maret 2021


0 Comments: